massa fpi |
diproses
- Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab, tidak
setuju jika kekerasan yang dilakukan satu atau dua aktivis dicap
sebagai kelakuan ormasnya dan menjadi pembenaran alasan untuk
membubarkan FPI.
Bagi
Rizieq, jika ada pihak yang berpikiran seperti itu, maka dengan alasan
yang sama, partai politik (parpol) bisa dibubarkan. Sebab, banyak
sejumlah massa parpol juga melakukan kekerasan dan tindakan anarkis saat
calon yang didukungnya kalah dalam Pilkada.
Bahkan,
massa parpol di Medan membunuh Ketua DPRD setempat."Partai mana yang
massanya tidak melakukan kekerasan? Mereka yang kalah pilkada, bakar
kantor Bupati, kantor DPRD dibakar. Itu kan massa parpol, kenapa partai
itu tidak dibubarkan saja? Yah, enggak begitu logika berpikir kita.
Jadi, kalau ada massa parpol membakar kantor bupati, yah massa itu yang
ditindak karena melanggar hukum, bukan parpolnya yang dibubarkan.
Kalau logikanya, ada massa FPI yang melakukan kekerasan, FPI-nya
dibubarkan, maka bubarkan saja semua partai, karena massanya sudah
melakukan anarkis luar biasa, yang belum pernah dilakukan FPI. FPI
tidak pernah membakar kantor DPRD dan kantor Bupati," kata Rizieq di
kantor FPI, Petamburan, Jakarta, Minggu (3/6/2012).
Ia
menegaskan, jika ada aktivis FPI yang melakukan kekerasan dan
anarkisme, maka dia lah yang harus diproses hukum, bukan ormasnya. Jika
disamaratakan, maka sebenarnya negara pun bisa dibubarkan.
"Kalau
logika berpikirnya sepertu itu, maka negara Indonesia mesti bubar,
karena lebih dari 50 ribu pejabat dari atas sampai bawah terlibat
korupsi. Berarti kalau sudah 50 ribu pejabat korupsi, maka negara
gagal. Apa harus begitu? Enggak begitu dong. Negara tak boleh bubar.
Kalau keadaannya begitu, maka pejabat yang bersalah lah yang harus
dihukum," ujarnya.
Tokoh
FPI yang pernah divonis 1,5 tahun penjara karena terlibat penyerangan
terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (AKKBB) di Monas ini menegaskan, FPI akan terus bergerak
terhadap segala bentuk pertunjukan yang mempertontonkan pornografi dan
pornoaksi di Indonesia, termasuk di daerah-daerah.
Rizieq
menyadari tidak seorang pun bagian dari FPI yang kebal hukum.
Karenanya, banyak anggota FPI yang terlibat pelanggaran diproses hukum
dan masuk bui, termasuk dirinya.
"Bahkan
saya selaku aktivis FPI tidak luput, saya pernah diadili, dipenjara.
Itu risiko perjuangan. Jadi, siapa bilang FPI berjuang gratis tanpa
hukuman. Hukum sudah berjalan, kami menghormati polisi yang bertugas.
Polisi punya hukum, tapi kami tidak boleh membiarkan Indonesia hancur
oleh maksiat," ucapnya.
Tokoh
ormas Islam yang sempat mengenyam pendidikan di SMP Kristen Bethel
Petamburan, Jakarta (1979) ini menegaskan, FPI berprinsip bahwa hukum
agama di atas segalanya.
"Setiap
aktivis FPI, pertama wajib tunduk pada hukum agama, baru setelah itu
wajib tunduk kepada hukum pidana selama tidak bertentangan dengan hukum
agama," tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar